pagi ini baru saja membaca e-mail dari salah satu rekan saya, isinya permintaan maafnya sekaligus menyerahkan beberapa berita dan artikelnya yang akan di muat dalam buletin mingguan di fakultas kami. berita dan artikel itu harusnya sudah di muat minggu ini.
saya harus selalu mengoprak-oprak mereka agar segera mengumpulkan hasil liputan beritanya. karena, kalau berita sudah tidak up to date, terkesan basi, pembaca (mahasiswa & dosen, pen) akan enggan lagi membaca buletin kami. pembaca membutuhkan berita yang hangat dan up to date.
alasan dari beberapa rekan yang telat karena mereka sibuk dengan kegiatan lain. beberapa rekan selain bergabung dengan media jurnalistik, juga aktif dalam organisasi laiknya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di tingkat fakultas, Himpunan Mahasiswa Profesi (HIMPRO) di tingkat jurusan dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lain.
*klik untuk memperbesar*
media jurnalistik kampus mewajibkan setiap anggotanya agar independent, karena memang dunia jurnalistik haruslah independent. walaupun anggota ada yang aktif dalam organisasi lain, namun menyangkut isi pemberitaan dalam media, kami memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain. kami di sini, di media ini sedang dalam taraf belajar.
masalah kemudian timbul akibat dualisme dalam mengemban amanat di organisasi. beberapa rekan sering menunda pengumpulan berita karena lebih intens di organisasi lain sehingga buletin yang di harapkan dapat terbit tiap minggu jadi telat terbit atau bahkan gagal terbit. mereka lebih memilih BEM karena mungkin di sana ada nilai lebih. ada beberapa alasan (yang tidak seharusnya) mereka memilih lebih aktif di BEM salah satunya adalah agar mereka di kenal oleh mahasiswa lain. semacam public figure.
melihat kenangan dahulu ketika saya juga aktif terlibat di BEM, animo mahasiswa untuk bergabung dengan organisasi memang begitu tinggi. bahkan ada yang memilih lebih dari satu organisasi dan organisasi utama yang mereka pilih adalah BEM atau pun HIMPRO dalam sekup kecil.
gairah berpolitik mahasiswa memang begitu menggebu. dan hal inilah yang juga di manfaatkan oleh kebanyakan organisasi politik (partai) di negeri ini. para mahasiswa di rekrut sejak dini untuk bergabung dengan organisasi politik tersebut. partai politik membangun kadernya dari kalangan mahasiswa dengan memasukkan paham-pahamnya dalam dada mereka. jabatan politis, prestise bahkan materi adalah umpan mereka untuk menggaet para mahasiswa.
dapat diambil contoh juga kebanyakan politisi negeri ini juga hasil dari perekrutan sejak mereka duduk di bangku kuliah. tidak usah terlalu tinggi, beberapa mantan presiden mahasiswa (ketua BEM univeritas) di sini adalah kader-kader hasil perekrutan parpol tertentu. mereka kini menduduki beberapa jabatan di partainya di tingkat cabang.
saya jadi teringat juga film soe hok gie, film yang diperankan oleh nicholas saputra itu, di akhir cerita menggambarkan kekecewaan Gie terhadap rekan-rekannya yang telah lupa terhadap tujuan awal mereka. para rekan Gie di kisahkan lebih memilih berpolitik dan menduduki jabatan penting dalam pemerintahan. padahal sebelumnya mereka sangat antusias menyuarakan aspirasi rakyat dengan jalan demonstrasi.
seperti halnya kebanyakan orang, mahasiswa memiliki prinsip dan tujuan hidup sendiri-sendiri. mungkin dengan jalan berpolitik mereka bisa menerapkan prinsip dan menemukan tujuan hidup mereka. semoga saja prinsip dan tujuan hidup mereka adalah pilhan terbaiknya.
HIDUP MAHASISWA!!!!!
Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan
Di lembar sejarah manusia
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta….