realistisme wanita modern

Kemarin dulu, seorang wanita bercerita kepada saya. Suatu saat ia bermaksud menikmati liburannya dengan tinggal di rumah kakak perempuannya di sebuah kota besar. Hari pertama, kedua berjalan dengan lancar saja. Ia sangat menikmati liburan di rumah kakak perempuannya tersebut. Sang kakak adalah perempuan pekerja yang baru beberapa bulan menikah. Bersama suaminya, sang kakak bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Beberapa hari terlewati, ia mendapat pelajaran banyak di sebuah keluarga yang baru beberapa bulan dibangun. Di hatinya penuh decak kagum akan kehidupan rumah tangga kakaknya tersebut. Ia melihat bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup, suami istri itu sama-sama bekerja. Sang istri tak mau hanya mengandalkan gaji dari seorang suami. Hidup di kota besar seperti Tangerang memang memerlukan budget yang tidak sedikit.
Ia tak hanya memperhatikan saja kehidupan keluarga kakaknya yang berada di depan matanya. Kakaknya pun bercerita kalau untuk memenuhi semua kebutuhan hidup, sang kakak harus pintar-pintar mengatur keuangan keluarganya. Untuk makan, dengan budget tertentu harus cukup untuk kebutuhan sebulan. Pulsa Rp.100.000,- harus cukup untuk suami istri dalam satu bulan. serta berbagai budget lainnya belum lagi cicilan kontrakan. Untung saja mereka belum dikaruniai anak. Kalau ada anak, budgetnya tentu membengkak. Maka dari itu dari awal dikelola betul budgetnya dan sebisa mungkin dapat menabung. Ia akhirnya tak tega jika menginap terus dirumah kakaknya itu.
Lebih dalam ia bercerita, ada pasangan yang begitu hematnya, hingga untuk lauk makan saja mereka selalu merebusnya. Lauk sayuran atau apapun mereka hanya merebusnya saja. Tragis. Itu dilakukan agar menghemat pengeluaran rumah tangganya. Melihat kenyataan itu, ia semakin miris. Terlihat dari raut mukanya saat bercerita.
Hingga waktu tak terasa terus berjalan ia pun semakin semangat bercerita. Sebenarnya ia tengah menjalin hubungan dengan seseorang. Dengan lelaki tersebut, ia telah menjalin hubungan beberapa tahun. Sang lelaki sudah bekerja. Mungkin bisa saja penghasilan sang pacar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua. Namun dengan prinsip dan kenyatan hidup sekarang, ia tak mau dengan serta merta mengiyakan ajakan sang lelaki untuk menikah. Ia beralasan, dalam kenyataan, tak gampang menjalin hubuangan rumah tangga. Selain prinsipnya yang ia pegang teguh, ia pun berkaca pada kehidupan kakak perempuanya. Ia tak mau seperti itu.
Kebutuhan hidup yang semakin hari semakin beragam dan melonjak menjadi salah satu alasan. Belum lagi jika mereka mempunyai anak. Dari biaya untuk melahirkan, susu, popok, baju, dan sebagainya. Tak mungkin ia andalkan dari suaminya saja. Ia pun berkeinginan untuk bekerja dulu sebelum menikah. Dengan alasan, berbagai perusahaan lebih memilih calon karyawan yang masih single. Karena jika sudah menikah, perusahan menanggung juga tanggungan karyawan. Meskipun dengan alasan tersebut, ia pun tak ingin menjadi perawan tua yang hanya mengandalkan karirnya saja. “Tunggu waktu yang tepat” itulah katanya yang sering ia utarakan saat mendengar ajakan menikah dari sang pacar sekaligus mengakhiri cerita ini.
Saya jadi berpikir, inikah sosok wanita realistis jaman sekarang? Yang memandang sesuatu dengan kenyataan yang ada. Saya juga tak setuju kalau ia dikatakan matrealistis yang mementingkan uang. Bicara wanita yang matrealistis, saya jadi ingat konsep matrealistis dari seorang teman. Wanita matrealistis adalah wanita meminta atau menghambur-hamburkan uang untuk membeli sesuatu yang tak berguna.
Untuk yang terakhir, saya jadi ingat kata-kata si bos tentang wanita jaman sekarang. Wanita sekarang bukan matrealistis tapi realistis. Contohnya saja jika seorang lelaki ingin melihat wanitanya tampil cantik. Tentu saja sang lelaki harus membelikannya baju, bedak, dan sebagainya agar wanita tampil lebih cantik sesuai keinginannya. Bukannya matrealistis seperti konsep matrealistis dari teman saya diatas. Jadi, apakah wanita anda matrealistis atau realistis? :mrgreen:

20 pemikiran pada “realistisme wanita modern

  1. Saya lebih suka yg kasus si kakak pertama itu. Bukannya tidak memikirkan mengenai uang atau harta, tapi hidup bersama yang dibungkus dengan keikhlasan dalam kondisi apapun pasti rasanya jauh lebih indah dan manis dibanding dengan hidup kaya tapi terkesan “hampa”…

    Tapi lebih bagus lagi kalo si kakak tetap di rumah mengurus rumah tangga, karena biar gimanapun juga wanita lebih mulia berada di rumah dan mengurus pekerjaan rumah. Makanya, biar gampang cari istri sholehah ajah… :mrgreen:
    menurut loe si niez wanitah sholehah gituh? :mrgreen:
    *jangan mau dikibulin adit niez* 😈
    *dikemplang*

  2. tergantung situasi :mrgreen:
    tapi saya tidak setuju sama laki-laki yang punya prinsip untuk menyogok pacar/istri dengan materi agar bisa berbaikan.
    sayah gak pernah nyogok gitu kok mbaks… 😀

  3. Wanita sekarang dituntut untuk lebih “pintar” dalam segala hal. Bukan semata ngurusin fisik.

    🙂
    haiii…Abee saya datang berkunjung kembali.
    betul mbaks ina…. :mrgreen:
    *nyambut mbaks ina* 😀

  4. Wah, tulisan seperti ini juga membuat kaum pria mulai berfikir-fikir menebak tipe seperti apa calon istrinya. Positifnya adalah, kaum pria termotivasi untuk mencari rizki dulu yang banyak untuk bekal nanti. Halal tentunya :mrgreen:

  5. jadi inget kata seorang teman: makanya, cari calon yang udah mapan…

    duh, jadi kesian yang lelaki belum mapan dong :mrgreen:
    tapi iya sih, gimana2 jadi cewe takut juga, be
    khawatir soal masa depan juga
    hidup kan bekalnya hati dan otak 😀

  6. Untuk yang terakhir, saya jadi ingat kata-kata si bos tentang wanita jaman sekarang. Wanita sekarang bukan matrealistis tapi realistis.

    MasyaAlloh… di posting juga to omonganku
    Awas kena HAKI lho… 😆

    yg mau konsultasi seperti yg punya hubungi sya… jaminan tokcer 😆
    *koprol sambil guling2*

  7. yang jelas… hati hati ma wanita
    dia bisa menjadi seseorang yang sangat mencintai kita dan menjadi seseorang yang sangat membenci kita

    he he

  8. huaaaaaa 🙂 setuju saya, kalau pengen istri cantik ya harus dikasih modal belanja kosmetik, biar istri bugar ya dimodalin ke gym … haduh … bisa nggak ya saya

  9. hahaha…realistis. bener banget. banyak sekali perempuan yang seperti itu. ketika teman saya berpacaran dengan seorang pria yang jobless selama setahun, ia jadi mikir, bagaimanakah masa depannya. sampai akhirnya mereka putus karena masalah itu, sang pria yang jobless.

    jadi bukan berarti wanita materialistis, tapi mencoba realistis. bukannya membela sesama, tapi melihat realita yang ada. 🙄

  10. Kalo cewek saya sich realistis Mas….!!! udah ga jamannya pacaran ma cewek materialistis….!!!! gantian cowoknya sekarang yan materialistis…!! he..he…

  11. Perbedaan yang seringkali sangat tipis : cewek yang suka dengan pria yang sudah berpenghasilan dan mapan dengan cewek yang matre.

    Tapi kata-kata yang tepat mungkin realistis itu 🙄

    Ya cowok juga memang harus realistis. Harus ngaca dulu 😀

  12. realistis (kenyataan/kasatmata/duniawi) sendiri adalah merupakan kumpulan materi/benda2/hartabenda yg dirasakan seluruh panca indera

    materi (benda2) = realistis (nyata/kenyataan) = mat + realistis (menilai/memikirkan/tertarik/takjub pd keduniawian)

    soal materi saat ini atau kedepan jgn terlalu dipikirkan, belum tentu dapat materi lebih, hidup jd lebih tenang (tanya saja sama yg berpengalaman), jalani saja hidup ini dg ikhlas dan bersyukur. orang matre/realistis kurang bersyukur, khawatir sengsara di dunia padahal sudah ada yg mengatur.

    harusnya kita hidup sewajarnya saja dan lebih ber-spiritualis (fokus pd urusan akhirat), betul tidak ? :)v

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s