meskipun gaya penentu kecepatan mempunyai tempat tersendiri dalam kotak perkakas pemimpin, tetapi gaya ini harus sekali-kali saja digunakan dan terbatas pada situasi di mana gaya ini betul-betul bisa berhasil dengan baik. nasehat ini memang berlawanan dengan kebijakan pada umumnya. bagaimanapun, ciri gaya penentu kecepatan ini memang kedengarannya mengagumkan: pemimpin memegang teguh dan melaksanakan standart kinerja yang tinggi. ia bersikap obsesif bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik dan lebih cepat, serta meminta hal yang sama dari semua orang lain. ia akan cepat menunjuk orang-orang yang berkinerja buruk, menuntut lebih banyak dari mereka, dan jika mereka tidak meningkatkannya, ia sendiri yang akan melakukannya.
tetapi, jika diterapkan dengan buruk, berlebihan atau pada situasi yang tidak tepat, gaya penentu kecepatan ini bisa membuat pegawai merasa didorong terlalu keras oleh tuntutan yang terus menerus dari pemimpin. dan karena pemimpin yang bergaya penentu kecepatan seringkali tidak memberi garis petunjuk yang jelas-mengharapkan orang-orang”sudah tahu apa yang harus dilakukan”-pengikutnya seringkali harus menerka apa yang diinginkan oleh pemimpinnya. akibatnya, ketika pegawai melihat bahwa pemimpinnya mendorong mereka terlalu keras, moral kerja mereka bsia runtuh-atau lebih buruk lagi, mereka merasakan pemimpin tidak mempercayai bahwa mereka bisa menyelesaikan pekerjaan dengan cara mereka sendiri. lebih dari itu, penentu kecepatan bisa begotu terfokus pada tujuan sehingga ia bisa tampak tidak peduli pada orang-orang yang sebenarnya ia andalkan untuk mencapai tujuan tersebut. hasil akhirnya adalah disonansi.
gaya penentu kecepatan lebih sering menimbulkan iklim kerja yang beracun-terutama kerugian emosional yang diakibatkannya bila pemimpin terlalu mengandalkan gaya ini. pada dasarnya, balik gaya penentu kecepatan adalah: semakin besar tekanan yang diberikan kepada orang utnuk mencetak hasil, akan semakin banyak kecemasan yang ditimbulkannya. meskipun tyekanan yang moderat bisa menyemangatkan orang-orang–misalnya tantangan untuk memenuhi batas waktu–tetapi tekanan tinggi yang terus-menerus bisa melumpuhkannya. jika orang-orang sudah enggan mengejar visi yang ,menginspirasi yang tinggal hanyalah bagaimana caranya agar tetap survive. tekanan menciutkan kemungkinan munculnya pemikiran inovatif. meskipun penentu kecepatan bisa mendapatkan kepatuhan–yang hasilnya dalah meningkatkan pendapatan jangka pendek–tetapi mereka tidak mendapatkan kinerja yang sesungguhnya yang akan dipertahankan oleh orang-orang.
unsur-unsur yang diperlukan agar gaya penentu kecepatan bisa efektif
landasan kecerdasan emosi gaya ini terletak pada dorongan untuk mencapai tujuan dengan terus menemukan cara-cara untuk memperbaiki keinerja–bersamaan dengan sejumlah besar inisiatif dalam menangkap kesempatan. kompetensi pencapaian tujuan berarti pemimpin penentu kecepatan berusaha mempelajari cara-cara baru yang akan meningkatkan kinerja sendiri dan orang-orang yang dipimpinnya. ini juga berarti bahwa pemimpin ini tidak termotivasi oleh imbalan eksternal, misalnya uang dan jabatan, tetapi oleh kebutuhan kuat untuk memenuhi standar tinggginya sendiri. penentu kecepatan ini juga membutuhkan inisiatif, kesigapan untuk menangkap atau menciptakan kesempatan tanpa adanya kompetensi EI yang penting lainya, maka dorongan untuk mencapai tujuan ini bsia menjadi sulit. misalnya tidak adanya empati, berarti pemimpin seperti ini bisa hanya berfokus pad penyelesaian tugas namun tidak melihat meningkatnya stress p[ada orang-orang yang harus melakukannya. begitu pula tidak adanya kesadaran diri pemimpin membuat pemimpin penentu kecepatan ini tidak melihat kesalahanya sendiri.
kompetensi lain seringkali tidak dimiliki oleh pemimpin seperti ini adalah kemampuan untuk menyediakan waktu dan memberi umpan balik kinerja yang bermanfaat. dan kekuranganya yang paling nyata adalah pengelolaan–diri emosi, kekurangan yang terwujud sebagai pengelolaan mikro atau ketidaksabaran–atau lebih buruk lagi. tetapi, gaya penentu kecepatan bisa berhasil dengan baik jika dipadu dengan gaya kepemimpinan lain seperti gaya visioner dan pengembangan–gaya afiliatif.
di adopsi dari buku berjudul
PRIMAL LEADERSHIP
kepemimpinan berdasarkan kecerdasan emosi
oleh daniel goleman
penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta: 2006 halaman 84-87
sip bro postingannya
slam kenal
Owww…menarik juga bich bukunya……
Salam kenal dan salam semangat Bocahbancar……
masing-masing orang kan pasti punya karakter sendiri-sendiri yang jelas bebeda satu dengan yang lainnya…
Wah menarik nih bukunya.. Asal postingannya tidak ada kaitannya dgn politik pilpres kan? Hehe..
Btw, tukeran link ya mas.. Link sampean sudah saya add tuh di blogroll saya..
tukeran link brooo…link nya uda gue pasang…coba cek yah…gue tunggu link back nyah..komen oke di blog aku…di http://yukiblogger.wordpress.com