ibu, maafkan anakmu

Kemarin, terlihat olehku, kakak-kakak itu sedang berdiskusi di taman kampus. Seorang lelaki berkaca mata terlihat aktif berbicara didepan dan yang lain tampak mendengarkan dengan serius. Sesekali diselingi canda tawa hingga riuh kecil menyelimuti mereka. Mata ku menerawang menyusuri lekukan bangunan nan megah di belakang mereka. sungguh megah bangunan itu. Di setiap lorong bangunan terlihat mahasiswa yang lalu-lalang. Mereka tampak terpelajar.

Ah, betapa enaknya jadi anak kuliahan. Andai saja aku jadi bagian dari mereka.” batinku

ani! kenapa kamu, nak?, kok senyum-senyum sendiri?”.

Tiba-tiba terdengar suara ibuku didepan pintu kamar. Ternyata dari tadi ibu memperhatikanku. Ibu menghampiriku yang sedang duduk didepan jendela kamar.

Oh, ibu. ada apa bu?” tanyaku lirih. Ibu pun duduk disebelahku sambil membelai rambutku.

Adakah yang membuatmu bahagia, nak?. coba ceritakan pada ibu!” pintanya.

Ndak ada apa-apa kok, bu”.

srrrrrrrr……darahku mengalir. detak jantungku berpacu kencang.

Oh inikah saatnya kuutarakan maksudku? Tapi……

Tidak!, mereka tak mungkin meluluskan kemauanku. mungkin Ibu bisa memahamiku. Tapi ayahku?, lelaki itu tidak mungkin meluluskan kemauanku. Ia berwatak keras dan teguh pada pendiriannya. sekali memutuskan, tak mungkin ia mengubahnya. Hanya ibu. ya, hanya ibu satu-satunya harapanku. ibu selalu mendukung keinginanku. apapun kemauanku ibu berusaha memahami dan mengabulkannya.

setiap ku punya masalah, ku ceritakan semua pada ibu. ibu selalu mendengarkan semua keluh kesahku dengan sabar.

ibu selalu membelaku didepan ayah. pun ketika bulan kemarin, ketika aku dan teman-temanku berencana untuk camping. ayah dengan tegas menolak keinginannku. dengan sorot matanya yang tajam dan raut mukanya yang memerah ia memarahiku habis-habisan. ia melarangku pergi dengan alasan karena aku adalah anak perempuan.

apa?! camping?!. tidak!, kau jangan ikut. nggak ada gunanya kau ikut. lebioh baik kau dirumah, bantu ibumu!.”

tapi, ayah…”

sekali tidak ya tidak!”

aku pun menangis. kurasakan ketidakadilan pada diriku. di hati kecil ini rasanya ingin berontak. tapi aku hanyalah seorang anak yang harus mematuhi perintah orang tua walaupun terkadang bertentangan dengan naruniku.

sudahlah ayah, biarlah ani bersenang-senang dengan teman-temannya. selama ini ia hanmya membantuku dirumah”.

sudah bu! jangan kau turuti kemauan anakmu!”

ayah pun berlalu. ibu mendekatiku. ia menghiburku dengan mengatakan kalau aku boleh mengikuti camping.

pagi harinya, aku pergi bersama teman-temanku. ibu memberiku perbekalan dan memberiku beberapa lembar uang dari ayah. ternyata semalam ibu berhasil meyakinkan ayah kalu aku bisa menjaga diri. ayahpun menyetujuinya.

lho, kok bengong lagi? sebenarnya ada apa, ani? coba ceritakan pada ibu! kali kedua ibu membangunkan aku dari lamuanan.

nggak ada apa-apa kok, bu”

benar, nggak ada apa-apa?”

aku pun mengangguk pelan walau dihati ku sebenarnya ada sesuatu yang ingin ku utarakan padanya.

ya sudah kalau begitu. tidur sana sudah malam!”

************

siang ini mentari begitu teriknya sampai-sampai membakar setiap kulit yang telanjang. awan bercerai-berai. anginpun tak tahu kemana rimbanya. tubuhku letih seperti dihisap sarinya. mataku lelah memandang lalu-lalang orang. tenggorokanku seperti gurun pasir yang kering kerontang.

seperti inilah aktifitasku dikala lliburan. aku membantu ibuku berjualan dipasar. kini kami pulang dengan hati berbunga walaupun terasa letih semua tulangku. langsung ku teguk segelas air untuk mengobati dahagaku.

ani”

ku dengar suara ibu memanggilku.

ya, bu sebentar” jawabku sambil melangkah menuju suara ibu.

tak ada perasaan apapun dalam benakku.

ah, paling ibu membutuhkan pertolonganku”. batinku.

tapi……..

sini duduk nak! ayahmu ingin bicara”

denyut jantungku berdegup kencang. aliran darahku semakin cepat. ada apa gerangan yang ingin ayah bicarakan padaku. adakah aku berbuat kesalahan atau apa?. pikiranku meraba.

ani..” lelaki itu mulai mengeluarkan kata-katanya .

sekarang kau telah menyelesaikan sekolahmu, ayah ingin kau membantu ibumu berjualan dipasar. apa kau mau?

oh…kini darahku serasa berhenti mengalir, detak jantungku berhenti. dan tenggorokanku seperti terhimpit batu besar. sulit ku ucapkan sebuah kata.

oh tuhan……aku tahu ini pasti terjadi. aku hanya ingin melanjutkan sekolahku ke perguruan tinggi. aku ingin meraih cita-citaku yang sejak lama aku impikan. aku ingin seperti yang lain, bisa kuliah di perguruan tinggi favorit, menikmati masa mudaku dengan bahagia bersama teman-teman. tapi aku juga sadar siapakah aku ini. aku hanya anak seorang tukang becak. tapi aku mau merubah hidupku agar lebih baik lagi dari sekarang.

bagamana, ani? maukah kau membantu ibumu?”

tanya ibu memecah lamunanku.

ani, bicaralah, nak! adakah yang ingin kau sampaikan pada kami?”

ya, kata-kata inilah yang aku tunggu sejak dulu. aku ingin mereka mendengartkan apa yang ingin aku sampaikan bahwa aku ingin melanjutkan ke bengku kuliah. tapi untuk mengatakan itu sulit rasanya. mulutku serasa terkunci. hatiku berdebar. takut kalau-kalau ayah marah mendengar apa yang ingin aku sampaikan.

dengan kekuatan yang tersisa dalam diriku, akhirnya kuberanikan diri untuk angkat bicara.

ani, bicaralah!” kali kedua ibu mengulangi kata-katanya.

ayah, ibu, sebenarnya……”

hatiku masih berdebar.

sebenarnya aku ingin melanjutkan sekolahku ke perguruan tinggi, itupun kalau ayah dan ibu menyetujuinya…….” harapku

sontak wajah ayah memerah. matanya menatapku tajam. layaknya seekor singa yang hendak menerkam mangsanya.

aku menunduk dan diam seribu bahasa. inilah yang aku takutkan selama ini.

apa?! kuliah! sadarkah apa yang kau katakan ini, an?!” bentaknya

sadarkah kau, anak siapa kau ini?! ku sekolahkan kau sampai SMA saja sudah untung, kini kau iungin kuliah, dari mana biayanya? hutang kita sudah banyak!”

kini ia bengkit berdiri. air mataku pun mengalir. hatiku tak sanggup menahan goncangan kata-kata ayahku.

tapi, ayah kan bisa usaha…..!”

ssssst……tangan kokohnya hendak beradu dengan pipiku. segera ibu menenangkan ayah sambil memelukku.

sabarlah, yah…….!”

inikah anakku, yang ku didik sejak kecil kini ia menentangku!”

sabar…….sabarlah, yah! dia cuma mengutarakan maksudnya”

ini karena kau terlalu memanjakannya, bu!. pokoknya aku nggak akan mengijinkannya melanjutkan kuliah!, titik!.

inilah kata-kata terakhirnya. ia pun berlalumeninggalkan kami dengan kemarahan yang bertumpuk. air mataku semakin deras mengalir. ibupun tak bisa menahan rasa harunya.

ani, sudahlah, nak! memang begitulah ayahmu. ia hanya khawatir tak bisa membiayai jika kau kuliah nanti. kamu tahu sendiri, kan? ayahmu cuma seorang tukang becak yang berpenghasilan pas-pasan. hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”

tapi, bu….!ani benar-benar pengen kuliah. ani janji, jika diijinkan, ani akan kuliah dengan sungguh-sungguh”

ibu percaya, nak. tapi pikirkanlah niatmu ini. pikirkan juga adik-adikmu. mereka juga butuh biaya buat sekolah.”

aku terdiam. aku pun berlari menuju kamarku. menangisi nasibku.

ayah, ibu, maafkan aku…………..”